Sejumlah Tokoh di Kabupaten Jayapura Gelar Bukber dan Diskusi Terkait Isu Rekomendasi MRP

Redaksi | Kamis, 04 April 2024 - 07:16 WIB
Sejumlah Tokoh di Kabupaten Jayapura Gelar Bukber dan Diskusi Terkait Isu Rekomendasi MRP
Foto bersama para Tokoh usai buka bersama dan diskusi
-

Sentani, semuwaberita.com - Sejumlah Tokoh di Kabupaten Jayapura menggelar buka puasa bersama yang dirangkaikan dengan diskusi menarik terkait isu yang sedang berkembang di masyarakat Bumi Kenambay Umbay saat ini.

Kegiatan buka puasa bersama ini berlangsung di Cafe Efka Hawaii, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Rabu (03/04/2024) sore.

Hadir dalam acara, Ondofolo Kampung Sereh, yang juga sekaligus Ketua DPC Partai Golkar, Yanto Eluay, Ketua KKSS Kabupaten Jayapura, H.Wagus Hidayat, Ketua DMI, H. Sakaruddin, Ketua DPC Partai Demokrat, Frangklin Wehey, Ondoafi Puay, Yakob Fiobetauw, Tokoh Masyarakat, Yulianus Kubia, Ketua PPLH Manase Bernard Taime, Suardin Ketua IPSS, Tokoh Pemuda Jhon Mauritz Suebu, Tokoh Perempuan Mina Oyoitauw dan sejumlah Tokoh lainnya.

Acara diskusi yang dipandu Michael Jhon Yarisetouw, salah satunya membahas isu hangat saat ini terkait Pemilukada Kabupaten Jayapura.

Dalam diskusi, sejumlah tokoh menanggapi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Majelis Rakyat Papua (MRP) se-tanah Papua terkait pemenuhan hak politik Orang Asli Papua (OAP).

Rekomendasi MRP

Dari tujuh rekomendasi yang dikeluarkan tersebut, pada poin 3 meminta agar calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Calon Bupati/Wakil Bupati dan Calon Walikota/Wakil Walikota haruslah Orang Asli Papua (OAP).

Menurut Yanto Eluay, salah satu ondofolo Kabupaten Jayapura, tidak ada yang salah dengan permintaan ini, tapi harus juga dicermati bahwa untuk menciptakan kedamaian di tanah Papua khususnya di Kabupaten Jayapura ini, tidak hanya bisa dilakukan oleh orang asli Papua saja, tetapi juga masyarakat yang berasal dari luar Papua atau masyarakat nusantara.

Oleh karena itu perlu kebersamaan, jangan menciptakan perbedaan yang nantinya akan menimbulkan gesekan. "Kita harus sepakat untuk bersama sama menjaga Kabupaten Jayapura. Ini bukan hanya dijaga sama orang sentani, griminawa, tanah merah, tapi mari kita jaga bersama sama persaudaraan kita dengan warga nusantara," ajak Yanto.

Terkait pemenuhan hak dasar OAP, menurut Yanto, selaku ondofolo iya juga bertanggung jawab dalam hal itu. Namun menurutnya juga harus dilihat terutama dalam pemenuhan hak politik.

"Kalau dikatakan jangan rampas hak politik OAP, ini ekspektasinya  yang mana? kalau kita sendiri malas, tidak pernah bekerja, ya nanti pasti orang lain yang merebut. Jadi kita juga harus koreksi diri sebagai orang Papua," ujarnya.

"Jangan karena satu faktor akhirnya terjadi gesekan, kita harus dinginkan hati kita. Apapun perbedaan bicara hak dasar OAP, jangan itu jadi sekat. Persatuan ini jangan sampai hancur karena kita bicara hak hak kita orang asli Papua," katanya mengingatkan.

Sebagai tokoh adat Papua, Yanto menegaskan, siapapun yang datang di Papua wajib dilindungi. "Datang ke rumah kita wajib kita jaga, lindungi. Begitupun sebaliknya orang yang datang sebagai tamu harus menghormati pemilik rumah. Sehingga dengan begitu kita bisa hidup bersama, saling menghormati, menghargai dan menjaga satu sama lain," tukasnya.

Menanggapi rekomendasi MRP, Ketua KKSS Kabupaten Jayapura, Wagus Hidayat berpendapat bahwa rekomendasi tersebut belum memiliki dasar hukum, karena sifatnya masih rekomendasi.

"Jadi isu bahwa calon kepala daerah (bupati/wakil bupati) harus dari orang asli Papua, sebagaimana yang direkomendasikan oleh MRP belum menjadi suatu keputusan. Sehingga saya melihat bahwa ini bukan suatu hal yang perlu digembar gemborkan, tapi biarkan semua berproses," ujar Dayat yang digadang gadang akan maju dalam kontestasi Pilkada kabupaten Jayapura 2024.

Sebagai warga Kabupaten Jayapura, diakui Dayat, tetap akan berpatokan kepada aturan yang berlaku. Dimana untuk calon Kepala Daerah untuk tingkat Kabupaten/Kota masih mengikut aturan dalam Undang undang nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU no.1 tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU no.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Harapan Dayat untuk kriteria seorang pemimpin Kabupaten Jayapura, menurutnya, pertama harus sosok yang takut akan Tuhan, berakhlak dan memiliki moralitas yang baik. Kedua, memiliki kemampuan untuk membangun Kabupaten Jayapura. "Jadi tidak hanya pencitraan, dan bukan hanya banyak bicara tapi orang yang benar benar serius memiliki hati untuk masyarakat," imbuhnya.

Dayat berpesan, sebagai orang yang serius terjun ke dunia politik tentunya harus berkomitmen. Jangan hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi ataupun status sosial.

"Karena kalau terpilih, tapi tidak mampu untuk berbuat terbaik untuk kepentingan masyarakat, ya sama saja," tukasnya.

Tidak Bisa jadi Acuan

Ketua DPC Partai Demokrat, Frangklin E Wehey menilai, rekomendasi MRP belum bisa dijadikan acuan oleh KPU, karena sifatnya masih rekomendasi.

"Tentunya dalam menyelenggarakan Pilkada, KPU akan tetap berpatokan pada UU Pemilukada yang berlaku nasional," ujarnya.

Menurutnya, memang terkait Pilkada di tanah Papua ini ada kekhususan dalam persyaratan bagi calon yang akan maju sebagai calon Kepala Daerah. Namun itu berlaku dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur yang mana sesuai dengan amanat UU Otonomi Khusus bahwa harus orang asli Papua.

Berbeda dengan Pemilihan Kepala Daerah untuk tingkat Kabupaten/Kota. "Sebagai Tokoh Pemuda dan juga Tokoh Politik, mari kita memberikan pembelajaran politik kepada rakyat yang baik. Jangan kita menggiring ke opini yang tidak baik, yang bisa menciptakan permusuhan antara suku, agama, ras," ajak Frangklin yang juga mantan Ketua KNPI kabupaten Jayapura.

"Bagaimana kita bisa hidup saling menghargai, hidup damai, aman di Kabupaten Jayapura, sehingga ke depan Kabupaten ini bisa menjadi barometer untuk tanah Papua," imbaunya.

Hal senada juga disampaikan Mina Oyoitauw, selaku tokoh perempuan. "Pastinya sebagai warga kabupaten Jayapura, kita tetap harus mengikut pada aturan yang telah ditetapkan oleh negara," tegasnya.

Menutup kegiatan diskusi, Maikel Yarisetouw selaku moderator berharap sebagai warga negara yang taat hukum haruslah melihat isu ini secara objektif.

"Setelah melihat rekomendasi yang dikeluarkan MRP ini, masyarakat di kampung kampung pasti langsung berpikir, wah ini tidak bisa, bupati wakil bupati harus OAP. Jadi  itu isu yang sudah berkembang di kampung," ungkapnya.

Padahal, lanjutnya, dari UU Otsus no.1 tahun 2001 sampai yang sudah direvisi UU Otsus no.2 tahun 2021 tidak muncul konsiderat yang menyatakan tegas bahwa Bupati Wakil Bupati harus OAP.

"Oleh karenanya MRP dan DPR Papua apa sudah buat Perdasus tentang itu atau tidak?  Jika tidak, maka aturan dasarnya sudah sangat jelas, rekemondasi aturannya adalah hukum yang berlaku di negara kita. Sebab panglima dalam berpolitik dan bernegara adalah hukum," tegas Michael yang juga salah satu Tokoh Pemuda Kabupaten Jayapura.

Ia juga meminta kepada MRP dan DPRP terkait rekomendasi yang harus disosialisakan baik ke masyarakat.
"Turun ke kampung kampung sosialisasikan barang ini, biar tidak ada kesalahpahaman di masyarakat yang bisa menimbulkan masalah dikemudian hari," pungkasnya.(irn)