Tanggapi Putusan DKPP, Marinus Yaung: KPU Harus Minta Maaf Kepada Rakyat Papua

Redaksi | Minggu, 26 Januari 2025 - 11:13 WIB
Tanggapi Putusan DKPP, Marinus Yaung: KPU Harus Minta Maaf Kepada Rakyat Papua
Akademisi Uncen, Marinus Yaung/istimewa
-

Jayapura, semuwaberita.com - Drama penggunaan dokumen persyaratan administrasi calon yang tidak sah dan diduga palsu berupa Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya dan Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana atau dikenal dengan Suket 539 dan 540 oleh Calon Wakil Gubernur Papua dari Pasangan nomor 1, Benhur Tomi Mano - Yermias Bisay (BTM-Yes) akhirnya terjawab.

Terbukti lakukan Pelanggaran Kode Etik dan pedoman perilaku, DKPP jatuhkan sanksi peringatan keras kepada TERADU dalam hal ini KPU Papua yaitu Ketua sekaligus Anggota KPU Papua, Steve Dumbon, serta empat anggota lainnya, yaitu Amijaya Halim, Abdul Hadi, Diana Dorthea Simbiak, dan Yohannes Fajar Irianto Kambon. Putusan dibacakan Ketua DKPP Heddy Lugito, dalam persidangan pada Jumat, (24/01/2025)

DKPP juga memutuskan untuk merehabilitasi nama baik Ilham M. Anmar, admin Silon KPU Papua, yang tidak terbukti melakukan pelanggaran. Rehabilitasi ini berlaku sejak putusan dibacakan.

Menanggapi putusan DKPP ini, pengamat kepemiluan Marianus Yaung mengapresiasinya. Menurutnya, Putusan ini bukan hanya menjadi pembelajaran bagi KPU Papua tapi sekaligus   pembelajaran  bagi masyarakat Papua  yang selamaini disuguhi informasi dan pemahaman  yang  menyesatkan dengan narasi bahwa masalah ini sudah ditolak Bawaslu, PT TUN  dan sebagainya. 

"Nah,  sekarang   apa yang menjadi perbincangan publik bahwa ada calon yang  menggunakan dokumen persyaratan yang tidak benar, tidak sah atau diduga palsu  tetapi diloloskan oleh KPU Papua, akhirnya  terjawab,"  tegas Yaung.

Mantan komisioner KPU Kota Jayapura ini  menambahkan, kalau kita  ikuti putusan DKPP dengan cermat,  justru terungkap fakta-fakta yang mencengangkan.

Marinus mencatat setidaknya ada 4 (empat) fakta penting; Pertama; ternyata penggunaan dokumen persyaratan  yang tidak sah atau didiuga palsu ini sudah terjadi  sejak di awal pendaftaran.

Kedua; dokumen persyaratan tersebut tidak pernah diperbaiki  pada  masa  dan tahapan perbaikan persyaratan calon (6-8 September 2024).

Ketiga;  ternyata  sebelum KPU Papua menetapkan Pasangan Calon tanggal 22 September 2024, Pengadilan Negeri Jayapura telah menyampaikan klarifikasi tertulis kepada KPU Papua yang menyatakan tidak pernah mengeluarkan Suket 539 dan Suket 540 kepada Yermias Bisai, SH dan kedua Suket tersebut terdaftar atas nama orang lain yaitu Semuel Fritsko Jenggu. 

Keempat; KPU Papua  melakukan pelanggaran perundang-undangan karena menerima dokumen persyaratan baru milik Yermias Bisai, SH di tanggal 20 September 2024  atau diluar dari tahapan dan jadawal yang diatur dalam PKPU No. 8 Tahun 2024. 

"Jadi ini clear sekali,  pelanggarannya sangat sempurna  dan terjadi di depan mata penyelenggara maupun pengawas, terang Yaung.  Saya ini  pernah jadi komisioner,  tapi  saya  sulit membayangkan pelanggaran  seperti begini bisa terjadi, kecuali memang  terhadap komisioner yang berani dan telah kehilingan rasionalitasnya, dan itu yang sedang terjadi sekarang," terangnya.

" Kalau hanya sekedar salah prosedur, kurang cermat, tidak ada koordinasi,  salah ketik dan sebagainya, ya itu saya kira biasalah  dan sering terjadi dimana-mana. Tapi kalau yang model begini  kan tidak wajar," herannya.

Marinus Yaung bersyukur KPU Papua tidak sampai diberhentikan entah karena pertimbangan apa, tetapi peringatan keras itu adalah sanksi yang  levelnya satu tingkat dibawah pemberhentian, jadi ini tidak main-main, ingatnya. 

Akademisi Uncen yang dikenal  cukup kritis ini lebih lanjut menambahkan, "dalam perspektif moral, KPU Papua seharusnya meminta maaf kepada seluruh rakyat papua karena telah menciptakan kegaduhan dan mencederai proses demokratisasi dalam kontestasi Pilkada yang pertama kali dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia dalam sejarah demokrasi kita".

"Ini yang patut disesali Karen akibat Putusan DKPP ini nama baik lembaga KPU sudah pasti tercoreng, sesal Yaung.

Disisi lain tanpa disadari, tindakan KPU Papua ini sangat merugikan BTM sebagai Calon Gubernur karena Putusan DKPP  akan menjadi novum atau bukti baru  yang bisa dibawa ke MK untuk memperkuat gugatan Pemohon.

Dosen hubungan internasional Uncen ini  lebih lanjut mengingatkan, jika sampai Putusan DKPP ini  berakibat diskualifikasi  di MK,  yang paling bertanggungjawab adalah KPU Papua karena secara tidak langsung telah menyandra kepentingan hukum dan politik BTM di MK.(rilis)