Sentani, semuwaberita.com - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Papua sampai saat ini belum menerbitkan sertifikat tanah atas kawasan Pelabuhan Petikemas Depapre di wilayah Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Sehingga membuat pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang bersedia mengalokasikan anggaran dan program itu terkendala dalam pengembangan pelabuhan peti kemas tersebut.
Terkait itu, Ketua Analisis Papua Strategis (APS) Laus Rumayomi meminta BPN Papua memberikan klarifikasinya apa saja yang menjadi kendala hingga saat ini belum menerbitkan sertifikat tanah atas kawasan Pelabuhan Petikemas Depapre.
"Jadi, kami minta klarifikasi langsung dari pihak BPN Papua. Di mana saja letak kendalanya hingga belum menerbitkan sertifikat dan kami juga mencatat beberapa poin yang harus dilakukan. Yakni, melakukan rapat koordinasi teknis dengan BPN. Sehingga kami bisa memastikan kendalanya di mana saja, jika kendalanya memang di masyarakat. Maka itu, kita flashback lagi untuk ngomong dengan masyarakat," ujar Laus Rumayomi kepada wartawan usai menghadiri Focus Group Discussion (FGD) 'Review Strategi Akselerasi Pengembangan Pelabuhan Depapre dan Infrastruktur Jalan Sentani Depapre Menuju Kebangkitan Ekonomi Masyarakat', yang berlangsung secara daring di Aula Lantai II Kantor Bupati Jayapura, Gunung Merah, Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa (11/1/2022).
FGD dipimpin langsung oleh Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, SE., M.Si, juga diikuti oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian PUPR, Komisi IV DPR Papua, BPN Provinsi Papua, BPN Kabupaten Jayapura, Pemerintah Provinsi Papua, sejumlah OPD di lingkungan Pemkab Jayapura dan Pemprov Papua.
Diungkapkan Laus, sejauh ini masyarakat adat sudah memberikan dukungan dan pihaknya sudah mendapat keputusan dari masyarakat adat.
"Namun pertanyaannya di sini, kenapa BPN sampai saat ini belum menerbitkan sertifikat," herannya.
Masyarakat Adat
Ketika di tanya kendala apa yang dihadapi oleh BPN Papua hingga belum menerbitkan sertifikat tersebut, Laus mengungkapkan, bahwa pihak BPN masih mempersoalkan masyarakat adat, sementara di pihak masyarakat adat langsung di klarifikasi oleh pemerintah daerah jika masalah tanah di pelabuhan ini sudah selesai.
"Terus kenapa BPN belum menerbitkan, itu yang tadi kami tanyakan. Maka itu, kita lakukan diskusi-diskusi dengan pihak Kementerian PUPR yang menangani wilayah Kabupaten Jayapura terkait dengan status kepemilikan maupun lainnya. Jadi, sebenarnya sama sekali tidak ada masalah yang kita anggap menghambat. Persoalannya itu ada pada proses penerbitan dokumen sertifikat tanah saja," herannya lagi.
"Maka itu, kami minta BPN tidak hanya asal memberikan statement saja. Tetapi, juga harus ikut membantu pemerintah daerah. Karena ini adalah program strategis nasional atau programnya bapa Presiden Jokowi, yang betul-betul ikon bagi Indonesia Timur terutama di Papua sebagai pelabuhan di Indonesia Timur untuk Pasifik di bagian utara," tandas Laus.(Irfan)