Gunakan Prinsip Keadilan Restoratif, Kejati Papua Hentikan Penuntutan 8 Perkara Pidum

Redaksi | Kamis, 04 Agustus 2022 - 07:07 WIB
Gunakan Prinsip Keadilan Restoratif, Kejati Papua Hentikan Penuntutan 8 Perkara Pidum
Kajati Papua, Nicolaus Kondomo didampingi Aspidum dan Asintel saat memberikan keterangan pers di kantor Kejati Papua, Rabu (02/08/2022)
-

Jayapura, semuwaberita.com - Gunakan prinsip keadilan restoratif, Kejaksaan Tinggi Papua menghentikan penuntutan 8 perkara yang bergulir sejak Juni 2021 hingga Juni 2022.

Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nicolaus Kondomo dalam keterangan persnya di Jayapura, Rabu (03/08/2022) mengatakan, penggunaan keadilan restoratif diberikan dalam kasus pidana umum yang ancaman hukumannya dibawah lima tahun. Dimana surat  persetujuan penghentian penuntutan ini langsung ditandatangani oleh Jaksa Agung.

"Delapan kasus yang kita hentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu kasus penganiayaan, pengrusakan, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga,red) dan Percobaan Pencurian," sebut Nicolaus.

Adapun 8 perkara tersebut ditangani oleh Kejaksaan Negeri Biak Numfo sebanyak dua kasus yaitu kasus tindak pidana penganiayaan pasal 351 KUHP ayat 1 dengan tersangka Grace Ruth Ronsumbre, dan kasus pengrusakan pasal 406 ayat 1 KUHP dengan tersangka Joni Randongkir.

Lalu Kejaksaan Negeri Mimika 1 kasus penganiayaan dengan tersangka Alexander Metemko, Kejaksaan Negeri Merauke 1 kasus KDRT dengan tersangka Nitanel Manggoa.

Serta Kejaksaan Negeri Nabire ada 4 kasus penganiayaan dengan tersangka Derianus Madai, Alex Dominggus Marani, Amos Tebai dan Yanuarius Yogi.

"Pelaksanaan restorasi keadilan ini berbeda dengan yang dinamakan dengan penghentian penyidikan (SP3) atau penghentian penuntutan. ini pemulihan nama baik jadi seakan akan orang tersebut tidak punya masalah, atau tidak pernah mengalami perkara. Beda dengan SP3, itu bisa kasusnya dibuka kembali. Kalau ini (keadilan restoratif) tidak bisa dibuka lagi kasusnya," jelas Nicolaus.

Untuk diketahui, pemberlakuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilakukan dengan selektif, dengan beberapa syarat antara lain: tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun, dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000.

Selain itu, dalam penghentian penuntutan ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu kepentingan korban, penghindaran stigma negatif bagi pelaku, respons masyarakat dan kepatutan, serta ketertiban umum.(Irn)