Jayapura, semuwaberita.com - Anggota DPR Papua, Namantus Gwijangge mengatakan, bisnis jual beli senjata dan amunisi di Papua harus dibuka dan dibongkar hingga terang benderang. Hal ini merujuk adanya dugaan kasus pembunuhan dan mutilasi 4 warga Nduga di Timika, Kabupaten Mimika, pada tanggal 22 Agustus lalu berawal dari bisnis ini. Meski dari hasil olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) terungkap jika senjata yang dijual merupakan senjata rakitan.
"Pertama, kepolisian harus membuka HP kedua belah pihak, korban maupun pelaku. Ketika kita bicara awal kenapa terjadi mutilasi itu, maka Roy harus ada dan kepolisian harus fokus tangkap Roy, salah satu pelaku yang kabur. Karena selama Roy belum ada, kasus ini akan jalan janggal,” ujar Namantus Gwijangge di Jayapura beberapa waktu lalu.
“Kesempatan kejadian ini, harus menjadi satu-satunya corong untuk kita masuk memberantas oknum-oknum yang selama ini mereka melakukan bisnis persenjataan di Papua,” tegas anggota DPR Papua dari Daerah Pemilihan 6 meliputi Kabupaten Jayawijaya, Mamberamo Tengah, Lanny Jaya dan Nduga ini.
Lebih lanjut Naman yang juga Tim yang diutus DPR Papua turun ke Timika terkait kasus mutilasi 4 warga Nduga ini, secara otomatis jika berbicara keamanan di Papua, tentu akan menjadi permasalahan dengan adanya transaksi senjata itu.
"Bicara keamanan di Papua, kira-kira amunisi ini pasokannya darimana? Kalau memang Egianus (pimpina kelompok bersenjata di Nduga,red) dan kawan-kawan mereka tidak punya amunisi, maka hanya pegang senjata saja, tidak mungkin ada aktivitas tembak menembak," tukasnya.
Untuk itu, ia meminta agar dalam kasus mutilasi 4 warga Nduga di Timika itu, maka keluarga harus puas dengan proses hukum dan harus mendalami kasus jual beli senjata lantaran menyangkut keamanan di Papua, bukan hanya mutilasi warga di Timika.
“Seharusnya itu dibongkar. Bongkar secara serius bisnis persenjataan di Papua. Kalau jual beli senjata dan amunisi ini masih berlangsung, kita selesaikan masalah ini, maka masalah lain yang banyak akan muncul dan dimana-mana akan timbul, sehingga bisnis persenjataan harus dituntaskan,” tandasnya.
Tim DPR Papua telah bertemu dengan keluarga dari 4 orang korban pembunuhan sadis dengan cara dimutilasi, kemudian jasadnya dimasukkan dalam karung diisi pemberat, lalu dibuang di Sungai Kampung Tipagu, Iwaka, Timika, Kabupaten Mimika, Papua.
Dengar Keluhan keluarga Korban
Tim DPR Papua, juga telah mendengar langsung keluhan dari keluarga korban dan telah bertemu bersama Forkompinda Kabupaten Nduga, Kapolres Mimika dan Dandim, hingga mengikuti olah TKP.
“Kami sudah laporkan secara resmi kepada pimpinan DPR Papua sesuai dengan mekanisme yang ada. Pimpinan sudah minta nanti akan menggelar rapat badan musyawarah, apakah diputuskan dibentuk Pansus atau Tim sesuai dengan kesepakatan dari Bamus,” terang Naman.
Ia, mengaku yang menjadi permasalahan adalah semua pihak menginginkan agar kasus pembunuhan sadis dengan cara korban dimutilasi itu, bisa diusut tuntas sesuai permintaan Presiden RI dan Panglima TNI, sehingga masyarakat dan keluarga korban puas dengan proses hukum terhadap pelaku, termasuk yang melibatkan oknum anggota TNI.
Selain itu, Naman menginginkan agar motif lain dalam kejadian pembunuhan sadis warga Nduga itu, harus diungkap dengan gamblang.
"Sampai hari ini, belum ada hasil otopsi. Karena itu, keluarga dan kami minta agar Polda Papua dan Polres Mimika segera otopsi atau tes DNA itu dipercepat. Kita ingin dorong tapi ketika hasil otopsi dan tes DNA belum ada, maka potongan tubuh korban yang ada di rumah sakit, tidak bisa dimakamkan atau pembakaran jenazah. Sebab, kalau statusnya Mr X, maka dalam adat kami tidak bisa dimakamkan,” tegasnya.
Tim DPR Papua yang turun ke Timika untuk mengawal kasus mutilasi warga Nduga itu, merekomendasikan MRP dan DPR Papua segera bentuk Panitia Khusus (Pansus) dalam membantu proses pengungkapan kasus itu agar berjalan dan mendukung pihak berwajib untuk melaksanakan tugasnya dalam mengungkap kasus ini.(VM)