Jayapura, semuwaberita.com - Ratusan massa yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga (DPC - IPMNI), dan masyarakat Nduga menggelar aksi demo jilid IV, memprotes aksi pembunuhan dan mutilasi terhadap 4 orang warga sipil asal Nduga yang terjadi di Timika, 22 Agustus 2022 lalu.
Aksi demo berlangsung di Lingkaran Abepura, Distrik Abepura, Kota Jayapura,Papua, berlangsung dengan pengawalan aparat gabungan TNI Polri, Selasa (4/10/2022) siang..
Pantauan media ini di lapangan, dalam aksi tersebut para pendemo menyampaikan 5 poin pernyataan pernyataan sikapnya.
Adapun 5 poin pernyataan sikap mereka yang dibacakan langsung oleh Koordinator umum Frantinus Ubruangge yaitu;
Pertama, meminta kepada Jenderal TNI Andika Perkasa, agar para oknum yang memutilasi empat warga di Timika, agar disidangkan di peradilan umum di Mimika, bukan di Peradilan Militer Makassar.
“Kedua, kami juga meminta, 8 orang TNI dan 3 warga sipil yang terlibat kasus mutilasi di Timika, merupakan pelanggaran HAM berat, sehingga kami Mahasiswa dan Masyarakat Nduga meminta agar para oknum-oknum tersebut harus dihukum mati sesuai KUHP 340. Dan menunjukan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum,” tegas Ubruangge.
Ketiga, meminta dengan tegas kepada Komnas HAM RI agar menetapkan kasus tersebut sebagai kasus pelanggaran HAM berat.
Keempat, mendesak agar pencarian organ tubuh dari 4 korban mutilasi segera ditemukan.
"Kelima kami meminta agar Pemerintah segera membuka ruang untuk jurnalis asing dan tim penegak hukum dari PBB masuk ke tanah Papua," pintanya.
Usai membacakan pernyataan sikap, kemudian pernyataan sikap tersebut diserahkan ke anggota DPR Papua yang diwakili Namantus Gwijangge dan Yakoba Lokbere.
Namantus Gwijangge mengatakan, terkait peristwia ini, pihak DPR Papua telah membentuk Pansus. Ini membuktikan bahwa DPRP serius dalam mengawal proses hukum kasus ini mulai dari pimpinan DPR Papua, fraksi dan komisi, karena kasus ini diluar dugaan.
“Kami dari DPR Papua akan kawal proses hukumnya. Dalam tahapan proses hukum ini, kami DPR Papua mendukung permintaan keluarga korban, yakni keluarga meminta agar para pelaku diberikan pasal maksimal KUHP 340, agar para pelaku diberikan efek jerah,” tegas Namantus.
Mekanisme hukumnya adalah mekanisme koneksitas supaya tidak merugikan Militer, tidak merugikan sipil,tidak merugikan keluarga korban, tetapi sama-sama senang, mekanismenya terbuka dan kita semua puas, tandasnya.
Sementara itu ditambahkan Yakoba Lokbere, untuk kasus ini, Presiden RI, Pimpinan tertinggi TNI dan Komnas HAM RI, sudah memerintahkan agar kasus diusut tuntas.
"Oleh karena itu, kalau sudah ada arahan dan perintah dari para pimpinan, yang bawahan agar menjalankan sesuai arahan, karena kejadian ini bisa dikatakan pelanggaran HAM berat, sehingga institusi yang bersangkutan benar-benar dapat menyelesaikan masalah ini setuntas-tuntasnya," katanya.
“Kalau masalah ini tidak ditanggapi, maka saya khawatir akan ada masalah-masalah yang tidak kita inginkan,” sambung ia.(VM)